Kamis, 16 Juni 2011

Dua Bulan Yang Lalu (bagian 2): Lombok

Daaan… liburan di Lombok pun dimulai! Semangat empat-lima nih ceritanya. Rencana-hampir-setahun kami akhirnya terlaksana juga. Cuaca yang tadinya agak menghawatirkan, ternyata tidak begitu parah. Baiklah, tidak usah berpanjang lebar, saya akan langsung menceritakan kisah kami selama di Lombok.

Sendang Gile

Inilah awal perjalanan panjang dan melelahkan dari rangkaian tour kami. Serius. Lokasi wisata pertama yang kami kunjungi ternyata cukup jauh. Air Terjun Sendang Gile. Setelah bermobil selama kurang lebih tiga jam dari Praya (dengan jalan berliku dan berlubang), kami harus menerima fakta bahwa untuk mencapai air terjun, kami harus menempuhnya lagi dengan berjalan kaki dari pintu masuk lokasi wisata. Jalan kaki? Hayuk! pikir saya enteng. Buset! Saya tidak tahu bahwa ternyata air terjunnya jauh, jalan yang dilewati berkelok-kelok, dan harus naik-turun tangga pula. Omaigath. Baru separuh jalan, saya sudah mengeluh. Aqua pun menjadi pelepas dahaga yang ampuh. Tapi teman-teman terlihat bersemangat. Nggak capek ya mereka? Atau karena saya jarang olah raga, jadi ketika menempuh perjalanan panjang ini, belum apa-apa saya sudah kehabisan tenaga?

Setelah berjalan kaki cukup jauh, akhirnya kami tiba juga. Air terjunnya? Well, menurut saya oke. Tidak wah, tapi oke. Mungkin karena saya pernah melihat air terjun yang lebih bagus dari ini. Dan fyi, kata teman Ojonk, Tomi namanya, lokasi air terjun Sendang Gile ini dijadikan lokasi syuting video klip penyanyi Indah Dewi Pertiwi untuk lagunya yang berjudul Hipnotis. Kamu pernah lihat video klipnya? Lihat air terjunnya? Nah, keren kan?

Kalau kamu sempat ke Lombok, coba deh main-main ke Sendang Gile. Tapi harus kuat jalan kaki loh ya. Ada untungnya juga saya dipaksa jalan kaki. Karena ini adalah awal dari segalanya. Berkat jalan kaki bersama Halim dan kawan-kawan, saya jadi kuat jalan kaki sekitar empat kilometer sewaktu di Yogyakarta. Tapi itu cerita nanti. Hehe.

Gili Trawangan

Tahun lalu, kami sudah pernah ke Gili Trawangan bersama. Tapi kali berbeda, karena kalau tahun lalu kami hanya berkunjung sebentar, kali ini kami akan menginap semalam di sini. Hal tersebut tak lepas dari hasutan Myutz. Dia ngebet ingin sekali merasakan kehidupan malam di Gili Trawangan, duduk di tepi pantai, memandang bulan, bla bla bla. Dipikir-pikir, boleh juga idenya. Kami pun setuju. Kalau kamu belum pernah mendengar tentang Gili Trawangan, coba deh tanya-tanya sama mbah Google. Lihat foto-fotonya. Maka kamu akan dibuat kagum oleh salah satu objek wisata yang terkenal di Lombok ini. (Mengutip kata-kata Ipoel: “Yaoloh, eksotis bangeeet…!!!”)

Sebetulnya harga penginapan di sini tidak mahal-mahal amat kok. Dan beruntung kami punya Ojonk, dia punya kenalan yang bekerja di pulau ini. Berkat kenalan Ojonk, kami memperoleh penginapan dengan harga yang sangat-sangat murah… (“APA? MURAH?” seru Myutz yang sangat ilfil mendengar kata-kata yang berhubungan dengan gaya hidup orang susah: MURAH, DISKON, TERJANGKAU, GRATIS). Tapi teteup, kenyataannya kami semua, termasuk Myutz, hepi banget mendapat penginapan murah. Ngomong-ngomong, harganya Rp. 70.000 perkamar semalam. MURAH KAN? *menghindari tatapan tajam Myutz*

Suasana malam di Gili Trawangan benar-benar eksotis. Rasanya… er… beda! Malam itu kami seperti bukan berada di Indonesia. Mengapa begitu? Karena di sepanjang jalan yang kami lewati, yang terlihat hanyalah turis-turis asing berlalu-lalang (jalan kaki atau naik sepeda) atau yang nongkrong di bar dan restoran. Penduduk lokal yang kami lihat paling-paling pelayan restoran atau pelayan hotel. Maksud saya (sepenglihatan saya ya), malam itu, turis lokal yang beredar di sekitar pulau hanyalah kami, Para Rombongan Imbisil. Berasa keren deh. Mungkin karena tidak sedang musim liburan ya, jadinya turis lokal yang bermalam di pulau hampir-hampir tidak ada.

“Waaah, rasanya seperti pulang kampung,” ujar Myutz, sok keren (ceritanya ngaku-ngaku bule). Saya mengiyakan, ikut-ikutan sok keren.

Besok paginya… sunrise! Sunrise di Gili Trawangan benar-benar luar biasa. “Biasa aja kaleee,” mungkin begitu pikirmu. Tapi saya sungguh-sungguh. Pemandangan matahari terbit di Gili Trawangan betul-betul luar biasa. No pict = hoax? Coba deh main ke blognya Ojonk. Di situ ada foto-fotonya.

Satu hal yang tidak akan terlupakan, yaitu ketika menyeberang dari dermaga Pamenang menuju Gili Trawangan. Saat menyeberang saya menyaksikan pemandangan aduhai: OJONK KOMAT-KAMIT BERDOA! Astaga, ternyata Ojonk takut banget waktu menyeberang. Padahal kan perahu yang kami tumpangi cukup besar dan kondisi laut saat itu sedang tenang. Tak pelak lagi, Ojonk menjadi bahan tertawaan kami, sobat-sobat yang luar biasa tega.

Gili Trawangan menjadi salah satu tempat wisata favorit saya untuk tour Lombok tahun ini.

Gili Nanggu

Kamu mungkin bertanya-tanya, apa pula Gili Nanggu ini? Gili itu apa? Jadi, Gili itu artinya Pulau. So, Gili Trawangan artinya Pulau Trawangan. Gili Nanggu ya artinya Pulau Nanggu.

Oke. Gili Nanggu tidak kalah indah dibanding Gili Trawangan. Malah lebih indah. Pasirnya lebih putih. Dan, kita bisa snorkeling di sana. Memang terumbu karangnya kalah dibanding Bunaken, dan tapi ikannya warna-warni dan lucu-lucu. Pernah ngasih makan ikan di laut? Mereka doyan roti tawar loh. Mereka tidak takut mengerumuni saya yang memegang roti buat mereka. Agak geli juga waktu jari saya kena gigit ikan-ikan kecil itu.

Saya dan teman-teman segera berfoto-foto ria dengan gaya super menjijikkan (telanjang dada, pose nista, dan sebagainya). Pulau indah itu pun dinodai oleh anak-anak manusia yang hina-dina-mariana. Mau liat fotonya? Seperti biasa. Main-mainlah ke… BOOOLA HAAATI… (pakai gaya bicara Myutz).

Kuta

Atau dibaca Kute. Tidak hanya di Bali loh, di Lombok juga ada pantai Kuta. Menurut saya (dan didukung oleh lebih dari separuh penduduk Lombok) bahwa Kuta Lombok lebih bagus dari Kuta Bali. Pasir putihnya, pantai birunya, sungguh pemandangan yang bisa membuat siapa pun berdecak kagum atas karya ciptaan Tuhan ini. Di pantai Kuta, terpaksa kami belanja-belanja. Beberapa penduduk lokal yang menjajakan dagangannya (dengan gaya memelas) berupa kain dan sarung khas Lombok, kaos-kaos, aksesoris, dan sebagainya. Saya, yang paling tidak tegaan, akhirnya ikut membeli kain Lombok. Myutz selaku orang paling kaya di antara grup kami, belanja paling banyak. Wew.

Theme Song

Oh ya, theme song kami selama di Lombok adalah lagunya SM*SH yang judulnya Yu No Mi So Wel. Bukan ding. I Heart You! Jadi, ceritanya, waktu di mobil (saat akan kemana saya lupa), saya memutar lagu-lagu di hape. Saat lagunya SM*SH berkumandang (apasih), langsung terdengar komentar-komentar negatif anti SM*SH. Hampir semua penghuni mobil carteran saat itu langsung menghujat SM*SH dan bilang bahwa lagu mereka nggak mutu. Tapi tahu nggak, pada bagian lagunya yang berkata “You know me so well…” dengan semangat membara kami ikut menyanyikan bagian tersebut. Jiah, katanya nggak suka SM*SH, tapi ternyata hafal mati liriknya yang so well so well itu. Hehe. Btw, tidak semua kok di antara kami yang benci SM*SH. Halim adalah pendukung SM*SH, tapi dia memilih untuk tidak banyak komentar. Nice attitude, Lim.

Cenat-Cenut

Bagian dari tour Lombok yang agak sedikit membuat cenat-cenut (yaaah, lagi-lagi SM*SH) adalah ketika Halim dengan kejamnya memutuskan bahwa rencana ke Gili Nanggu dibatalkan! Kenapa oh kenapa? Beuh, ternyata Halim trauma dengan perisitiwa penyeberangan yang kurang begitu mulus saat kembali dari Gili Trawangan menuju dermaga Pamenang. Hal ini sempat meresahkan anggota tour, termasuk saya dan Myutz. Saya tidak henti-hentinya meyakinkan Halim bahwa penyeberangan ke Gili Nanggu lebih aman karena waktunya singkat, kondisi laut sedang tenang, bla bla bla. Sementara Myutz, mendongkol gara-gara sudah menghabiskan separuh hartanya, menggadaikan mobil, perhiasan, bahkan tubuhnya, demi untuk menikmati indahnya Gili Nanggu (lebay deh) tapi dibatalkan secara sepihak oleh Halim! Untung saja, setelah jeda sehari, Halim mulai bisa melupakan traumanya. Dan… seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, kami pun mengheboh di Gili Nanggu. ASOY!

Mutiara

Ada kejadian lucu bersama Ipoel ketika berkunjung ke toko mutiara di daerah Sekarbela (fyi, Lombok juga terkenal dengan mutiaranya). Well, kita ke sana bukan hanya untuk melihat-lihat saja loh (seperti kebanyakan orang) tapi Kris memang ingin membelikan mutiara untuk ibunya (oh, anak baik si Kris itu). Lanjut. Saat sedang mengagumi perhiasan-perhiasan mutiara, Ipoel, yang sedang berdiri di sebelah saya, terpesona dengan salah satu kalung mutiara. Dengan polosnya dia bertanya kepada ibu pemilik toko.

“Bu, kalung ini berapa harganya?”

“Oh itu. Harganya dua puluh juta…,” jawab si ibu dengan kalem.

Mata saya langsung melebar. Dua puluh juta? Saya syok. Saya kaget mendengar harganya. Tapi lebih kaget lagi melihat reaksi Ipoel yang entah lebay atau beneran, yang jelas dia juga terkejut dan memasang tampang seperti baru saja kena serangan jantung.

“HAH? DUA PULUH JUTA???” kata Ipoel dramatis sambil mengalihkan pandangan ke arah saya. Bola matanya sebentar lagi bakal copot, soalnya melototnya parah banget. “Bayangin Pan, misalnya aku pake kalung itu… trus dirampas orang… kalungnya direnggut, oooh… KEBAYANG NGGAK SIH? Dua puluh jutaku... DUA PULUH JUTAKUUUU!!!!!” Ipoel mengulang-ulang kalimat terakhirnya sambil memegang lehernya dengan ekspresi merana, benar-benar seperti orang yang baru kehilangan kalung mutiara seharga dua puluh juta. Sangat natural. Parahnya, kejadian ini berlangsung di depan si ibu pemilik toko.

Saya hanya bisa ngakak.

Si ibu melempar pandangan aneh. Mungkin dalam hatinya berkata, “Kalo nggak punya duit nggak usah tanya-tanya kali, Mas.” Untung saja Kris dan beberapa teman membeli mutiara di sana. Jadi yah, saya tidak malu-malu amat melihat reaski si ibu. Si Kris membeli beberapa mutiara yang nantinya akan dijadikan gelang, buat Ibunya. Myutz membeli tasbih. Saya? Nggak beli apa-apa. Hihihi.

***

Dan masih banyak lagi tempat yang kami kunjungi di Lombok. Berkunjung ke Pantai Mawun dan Pantai Seger, belanja baju khas Lombok di Fortuna Abadi, belaja cemilan khas Lombok di Phoenix, hingga menikmati sajian Ayam Taliwang di Lesehan Taliwang Irama.

***

Setelah tiga hari menjelajahi tempat-tempat wisata di Lombok, terpaksa kami harus mengakhiri liburan kami di pulau eksotis ini. Sesuai jadwal, tujuan kami selanjutnya adalah Bali. Saya mengucapkan beribu terima kasih kepada Ojonk, Ibunda Ojonk, dan seluruh anggota keluarganya yang telah menerima kami dengan tangan terbuka. Kehangatan yang saya rasakan di rumah Ojonk membuat saya betah. Sama seperti Halim, saya adalah tipe orang yang sebetulnya kurang begitu betah menginap di rumah orang lain. Tapi di rumah Ojonk, saya merasa seperti bagian dari keluarganya. Ibunda Ojonk sangat perhatian kepada kami. Mohon maaf ya, Jonk, kalau ada perkataan atau kelakuan kami, terutama saya, yang kurang berkenan. Dan mohon maaf juga, hingga dua bulan sudah lewat, tapi saya belum berkunjung lagi ke rumahmu. Saya berharap semoga dirimu dan keluargamu diberikan kebahagiaan dan berkah melimpah. Amiiin.

***

Bali, we are coming!

(bersambung…)


@vaan, 2011

Tidak ada komentar: