Senin, 16 April 2012

Si Badung, Si Mesin Waktu


"Dear, Cewek Paling Badung Di Sekolah, kutunggu dirimu dalam genggamanku."
Begitulah kalimat penutup pada postingan saya di sini. Ketika itu saya memang bersemangat untuk segera memiliki buku karya Enid Blyton yang (terima kasih, Tuhan!) dicetak ulang tersebut . Tapi kemudian saya ingat, saya kan harus membelinya secara online sebab toko buku di Mataram cenderung terlambat mengupdate  buku-buku dagangannya. Dan itu berarti saya harus membeli lebih dari satu buku, biar tidak rugi. Jadi, saya wajib menyisihkan lebih banyak uang. Dengan berpikir seperti itu, keinginan saya untuk segera memiliki buku masa kecil saya tersebut bisa sedikit diredam.

Namun kenyataan berkata lain. Sabtu siang, saat selesai menonton teman-teman bermain futsal di mall (sudah, jangan ditanya kenapa saya tak ikut bermain), saya berkeliling sebentar. Salah satu tempat favorit saya di mall, bisa ditebak, adalah toko buku. Anggapan saya bahwa toko buku di Mataram sering terlambat mengupdate buku-buku kali ini keliru. Tumben sekali toko buku ini begitu cepat mengupdate dagangan mereka? Atau, mungkinlah ini efek dari Law Of Attraction? Di saat kamu begitu menginginkan sesuatu, alam semesta, entah bagaimana caranya, akan berusaha mewujudkannya untukmu.

Di toko buku itu, saya menemukan deretan buku serial Si Badung tergeletak manis di salah satu rak. Mereka menatap saya. Menjerit-jerit riang minta dibeli. Oh God! Lihat, betapa manisnya mereka. Betapa memikatnya warna-warni cover baru mereka!


Untung saja saya tak membawa banyak uang di dompet. Kartu kredit pun sudah saya simpan baik-baik di dalam laci di kamar kost. Meski ke-4 buku cantik itu berseru-seru minta dibeli semuanya, saya akhirnya (dengan sedikit terpaksa) hanya membeli sebuah buku saja, seri pertama, judulnya "Cewek Paling Badung di Sekolah." Keinginan saya untuk membeli buku ini lebih karena unsur nostalgia-nya. Waktu SD, inilah buku 'tebal' pertama yang saya baca. Dan sejak saat itu, saya memutuskan bahwa membaca adalah kegiatan yang sangat menyenangkan. Saya masih ingat inti cerita buku ini, namun saya lupa detail peristiwanya. Maka, tak ada salahnya, pikir saya, untuk membaca lagi buku yang membuat saya betul-betul jatuh cinta pada kegiatan membaca.

Begitu sampai di kost, saya langsung menyobek segelnya dan mulai membaca. Benar-benar sesuai harapan. Kalimat pertamanya saja sudah membuat saya senyum-senyum sendiri. Saya seperti naik mesin waktu. Saya kembali ke masa kecil, ketika saya tengah membaca buku ini sambil telungkup di atas tempat tidur. Ibu berulang kali menegur saya karena membaca dengan posisi yang tak baik bagi mata. Seingat saya, saya tak betah berlama-lama membaca sambil duduk. Segera saja saya kembali ke posisi semula, telungkup, tak lama setelah Ibu berlalu. Hingga kini pun kebiasaan (buruk) itu belum hilang. Membaca sambil tiduran memang paling pewe sih. Hehe.

Ah... kenangan yang indah. Memang benar kata orang, "kenangan adalah harta yang tak ternilai." Tentu saja yang dimaksud adalah kenangan indah. Saya jadi kangen Ibu.



Saat ini saya sudah selesai membaca "Cewek Paling Badung di Sekolah." Buku yang betul-betul bagus. Saya akan me-review-nya nanti. :)


-11-

Tidak ada komentar: